Al Dharurriyat Al Khams


DUA 2022

Pengurusan Dalam Islam

E-FOLIO

NAMA PENSYARAH : 
PUAN SURIANI BINTI RIPIN

NAMA AHLI KUMPULAN :
  • NUR SYAMILA ATHIRAH BINTI MOHAMAD YUSRI (25DSK17F1006)
  • FARAH HANI BINTI MOHD SALIM (25DSK17F1002)
  • FASIHAH BT MUHD IDHAM (25DSK17F1004)
  • NUR AQILAH BINTI YUSOF (25DSK17F1010)


Soalan : Objektif umum sesebuah organisasi seharusnya tidak lari dari 5 perkara al-Dharuriyyat al-khams. Bincangkan


MAKSUD AL-DHARURIYYAT :
Al-dharuriyat bermaksud segala sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan manusia.  Dalam erti kata lain, jika ia tidak ada maka kehidupan manusia di dunia ini akan menjadi rosak dan tidak teratur.  Contohnya untuk memelihara keadilan dan keamanan manusia, maka telah di syariatkan hukuman hudud. 

Islam memerintah kepada setiap kebaikkan dan melarang dari setiap keburukkan.  Setiap printh agama islam pasti mengandungi manfaat dan kebaikkan dan sebaliknya setiap larangan agama islam pasti mengandungi kerugian dan kecacatan. Oleh kerana itu, setiap perintah dan larangan islam termasuk di antara keindahannya.  Syariat islam ditetapkan untuk menjaga dan memelihara agama, jiwa, keturunan, akal dan harta yang merupakan al-dharuriyyat al khams ( 5 perkara mendesak kepada kehidupan manusia) .








PENJAGAAN ISLAM TERHADAP AGAMA (DIN).

Ini merupakan dharûriyyât yang terpenting dan berada pada urutan tertinggi. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku. [Adz-Dzâriyat/51: 56]

Demikian tujuan hakiki dari penciptaan makhluk. Untuk mencapai tujuan inilah, maka para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan. Sebagaimana firman-Nya.

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu”. [An-Nisâ/4: 165].
Namun yang perlu ditekankan disini adalah, hukuman membunuh orang yang murtad ini tidak dilakukan setiap orang, bukan dengan cara main hakim sendiri, karena hal itu hanya akan menimbulkan kerusakan yang lain. Namun pelaksanaan hukum membunuh bagi orang yang murtad hanya dilakukan oleh ulil amri (pemimpin umat/negara) jika menerapkan hukum islam di negaranya.

Ini semua untuk menjaga din. Realisasinya dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya dengan :
Beriman kepada Allah Azza wa Jalla, mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, mengetahui Asmâ dan Sifat Allah.
Berpegang teguh dengan agama, mempelajarinya, lalu mendakwahkannya.
Menjauhi dan memperingatkan dari perbuatan syirik dan riya’.
Memerangi orang-orang yang murtad.
Mengingatkan dari perbuatan bid’ah dan melawan ahlul bid’ah.[Maqâshidusy-Syarî’ah ‘Inda Ibni Taimiyyah, hlm. 448-458]





PENJAGAAN ISLAM TERHADAP JIWA (HIFZHUN NAFSI)

Islam dengan tegas mengharamkan pembunuhan yaitu menumpahkan darah kaum muslimin, ahli dzimmah (orang kafir yang hidup berdampingan dengan kaum muslimin dan tidak memerangi mereka) serta darah mu'ahid (orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan ummat Islam dengan persyaratan tertentu). Bagi yang menumpahkan darah kaum muslimin dengan sengaja, maka Allah subhanahu wata’ala mengancam dengan ancaman yang sangat keras dalam firman-Nya,artinya,

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. 4:93)

Maka pembunuhan adalah salah satu dosa terbesar dari dosa-dosa besar (kabair). Dia merupakan salah satu dari tujuh hal yang membinasakan, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan, beliau menyebutkan salah satunya adalah membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali secara haq. Haq atau alasan yang dapat dibenarkan di dalam Islam untuk membunuh seseorang ada tiga, yaitu
Qishash (hukuman mati bagi seorang pembunuh),
Rajam (hukuman mati bagi pezina yang sudah menikah)
Riddah (kafir setelah beriman).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

"Janganlah kalian kembali lagi kepada kekufuran sepeninggalku nanti, sehingga sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lainnya." (Muttafaq ‘alaih)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda juga,

"Barang siapa yang membunuh seorang mu'ahid maka dia tidak akan mencium bau surga." (HR al Bukhari)

Jika membunuh seorang mu'ahid saja demikian ancamannya maka bagaimana lagi membunuh seorang muslim. Oleh karena itu Islam mewajibkan hukuman mati bagi seseorang yang membunuh orang lain secara sengaja, dengan tujuan agar semua orang merasa aman terhadap keselamatan jiwa dan nyawa mereka.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS.al-Baqarah :178-179)

Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menjadikan qishash sebagai salah satu sebab kelestarian kehidupan, padahal qishash itu merupakan kematian. Mengapa? Karena, dengan keberadaan hukum qishash, maka para pelaku kriminal menjadi jera, kehidupan pun menjadi aman. Jadi, qishash merupakan salah satu sebab terwujudnya kehidupan yang damai, tenang, dan dalam naungan hidayah.

“: (Di antara sifat hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang yaitu) tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina”. [Al-Furqân/25: 68]

Yang disebut dengan al-haq (kebenaran), yaitu harus dengan dalil dan bukti. Jika tidak, berarti melakukan pembunuhan tanpa alasan yang benar. Dan berdasarkan Al-Qur‘an dan as-Sunnah, melakukan pembunuhan tanpa alasan yang benar, hukumnya terlarang.


PENJAGAAN ISLAM TERHADAP HARTA

Islam menjaga harta, yakni sesuatu yang menjadi penopang hidup, kesejahteraan dan kebahagiaan. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” [An-Nisâ‘/4 : 5]

Maksudnya, kemapanan keberadaan manusia ialah dengan harta. Oleh karenanya terdapat perintah mengeluarkan zakat, shadaqah. Dan zakat merupakan hak Allah Azza wa Jalla . Sehingga orang yang berhak menerimanya terjaga dan harta yang mengeluarkannya juga menjadi bersih dan suci.

Untuk menjaga harta, maka Islam mengharamkan segala bentuk pencurian, yaitu mengambil harta orang lain tanpa sepengetahuan dan kerelaannya. Mencuri juga termasuk dosa terbesar dari dosa-dosa besar, sehingga pelakunya diancam dengan hukuman yang sangat buruk yaitu potong tangan.

Dengan ditegakkannya hukuman ini maka harta orang akan terjaga, sebab seseorang yang akan mengambil harta orang lain akan berpikir panjang, karena tangannya akan menjadi taruhan. Maka dengan demikian seluruh orang akan merasa aman terhadap harta miliknya, tidak ada rasa takut kemalingan atau dirampok dan sebagainya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 5:38)


PENJAGAAN ISLAM TERHADAP NASAB (KETURUNAN)

Sebagai penjagaan terhadap nasab maka Islam mengharamkan perzinaan dan segala wasilah (sarana) yang mengantarkan kepada perbuatan tersebut seperti berbicara, melihat dan mendengarkan hal-hal yang haram yang memicu terjadinya perbuatan zina.

Perzinaan selain akan mendatang kan murka Allah, juga memiliki dampak kerusakan yang sangat besar, seperti munculnya penyakit-penyakit ganas, ternodainya kehormatan dan harga diri seseorang, tercampurnya nasab dan keturunan secara tidak jelas, sehingga seorang anak dinasabkan kepada bukan ayahnya dan mewarisi dari selain kerabatnya. Dan banyak lagi kerusakan dan kezhaliman yang timbul akibat perzinaan ini, dan Allah Maha Tahu atas semua itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. 17:32)

Larangan Allah subhanahu wata’ala untuk tidak mendekati zina lebih keras dan mendalam daripada larangan untuk melakukannya, yakni jangan sampai seseorang berada di sekitarnya dan jangan sampai melakukan hal-hal yang dapat mengantarkan pada perzinaan tersebut. Atau dengan bahasa lain, jika hanya sekedar mendekati saja diharamkan, maka melakukannya sangat lebih haram lagi.


PENJAGAAN ISLAM TERHADAP AKAL

Sarana untuk menjaga akal ialah ilmu. Kalimat wahyu pertama kali yang sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyentuh telinga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah kalimat iqra’ (bacalah!), setelah itu kalimat:
“(Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. [Al-Alaq/96: 5]

Karena membaca merupakan jalan mendapatkan ilmu, meskipun bukan jalan satu-satunya, akan tetapi dia merupakan jalan terpenting.

Dalam nash Al-Qur‘an yang lain, Allah berfirman,

“(dan katakanlah: “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” [Thaha/20 : 114]

Akan tetapi ilmu ini wajib diiringi dengan amal perbuatan. Ilmu bukan sekedar untuk diketahui, namun dengan ilmu agar bertakwa, beramal shalih, serta menjauhan diri dari perbuatan maksiat dengan landasan takwa kepada Allah Azza wa Jalla . Karenanya dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 91 disebutkan.

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan berjudi itu menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.

Sebagai bentuk penjagaan terhadap akal, Islam mengharamkan miras (khamer) dan narkoba dengan berbagai jenisnya, seperti ganja, heroin, kokain, opium,ekstasi dan sebagainya.



Comments